Replik | Contoh di Pengadilan Hubungan Industrial

Replik adalah tanggapan berupa bantahan atau pengakuan penggugat terhadap dalil-dalil tergugat di dalam surat jawabannya.

Jakarta, 12 Februari 2018

 

Kepada Yth,

Ketua dan Anggota Majelis Hakim 

Perkara Nomor XX/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Jkt.Pst

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Jl. Bungur Besar Raya No. 24, 26, 28 

JAKARTA PUSAT

 

PERIHAL: REPLIK

 

Dengan hormat,

Perkenankanlah kami, Harris Manalu, S.H., dan Solagracia, S.H., Advokat, berkantor pada Law Office Harris Manalu & Partners, beralamat di Jl. Masjid Al-Akbar Bunder I No. 119A Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, HP/WA: 0812-8386-580, e-Mail: harrismanalu3@gmail.com, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Januari 2018, bertindak untuk dan atas nama SULASTRI sebagai Penggugat dalam perkara Nomor XX/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Jkt.Pst, dengan ini mengajukan REPLIK, sebagai berikut:

 

DALAM EKSEPSI

  1. Bahwa eksepsi Tergugat yang menyatakan pada pokoknya bahwa terhadap perkara a quo belum pernah dilakukan perundingan bipartit, sehingga Anjuran Mediator yang Penggugat lampirkan dalam gugatan cacat hukum, yang berakibat gugatan Penggugat menjadi cacat hukum (cacat formil) adalah dalil yang tidak benar menurut hukum;
  2. Bahwa Penggugat sudah 2 (dua) kali mengajukan surat permohonan perundingan bipartit kepada Tergugat. Pertama, surat tertanggal 12 Oktober 2017 dengan bukti tanda terima  untuk berunding tanggal 19 Oktober 2017. Kedua, surat tertanggal 20 Oktober 2017 dengan bukti tanda terima untuk berunding tanggal 27 Oktober 2017. Namun kedua surat tersebut tidak ditanggapi Tergugat. Dan selanjutnya melalui surat tertanggal 5 Desember 2017 Tergugat mencatatkan dan mohon penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur;
  3. Bahwa oleh karena kedua surat tersebut tidak ditanggapi Tergugat maka sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004) perundingan bipartit dianggap gagal. Dan apabila perundingan bipartit gagal maka sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004 Penggugat mencatatkan dan mohon penyelesaian perselisihan a quo ke Suku  Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur tertanggal 5 Desember 2017;
  4. Bahwa dengan demikian maka proses mediasi yang dilakukan Mediator dan Anjuran yang dikeluarkan Mediator yang dilampirkan Penggugat dalam gugatan perkara a aquo tidaklah prematur, melainkan sah menurut hukum, dan tidak cacat hukum;
  5. Bahwa atas alasan-alasan tersebut di atas maka eksepsi Tergugat tersebut tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;


DALAM POKOK PERKARA

  1. Bahwa Tergugat menolak seluruh dalil-dalil jawaban Tergugat, kecuali dalil-dalil yang kebenarannya diakui secara tegas oleh Penggugat;
  2. Bahwa dalil Tergugat angka 3 yang menyatakan upah Penggugat yang benar adalah sebesar Rp5.000.000,00.- (lima juta rupiah) perbulan dengan rincian upah pokok sebesar Rp4.000.000,00,- (empat juta rupiah) ditambah tunjangan tetap berupa tunjangan golongan sebesar Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah) dan tunjangan komunikasi Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah), sedangkan tunjangan kehadiran sebesar Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah) dan tunjangan makan sebesar Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah) adalah tunjangan tidak tetap yang dipengaruhi jumlah kehadiran, adalah tidak benar. Tunjangan kehadiran sebesar Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah) dan tunjangan makan sebesar Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah) adalah tunjangan tetap tanpa dipengaruhi jumlah kehadiran. Penggugat akan membuktikannya dalam persidangan pembuktian berupa Slip Upah Juli 2017, Agustus 2017, dan September 2017. Dimana dalam slip upah selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tersebut tertulis tunjangan kehadiran dan tunjangan makan masing-masing Rp500.000,00,- (lima ratus ribu rupiah). Dengan demikian, upah Penggugat (upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap) adalah sebesar Rp6.000.000,00,- (enam juta rupiah) perbulan;
  3. Bahwa dalil Tergugat angka 4 yang menyatakan Penggugat telah mendapat Surat Peringatan Pertama (SP I) dari Tergugat tanggal 10 Maret 2016 karena Penggugat mangkir 1 (satu) hari pada tanggal 9 Maret 2016 adalah dalil daluwarsa. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 161 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) surat peringatan hanya berlaku paling lama 6 (enam) bulan. Sedangkan jarak waktu antara terjadinya kesalahan Penggugat tanggal 9 Oktober 2017 yang berakibat PHK yang didalilkan Tergugat dengan kesalahan mangkir tanggal 9 Maret 2016 yang berakibat pemberian sanksi SP I sudah lebih 6 (enam) bulan. Oleh karena itu, dalil Tergugat tersebut sudah daluwarsa dan sangat beralasan hukum untuk dikesampingkan;
  4. Bahwa dalil Tergugat angka 5 yang pada pokoknya menyatakan tidak benar Penggugat mendapat ijin pulang ke rumah tanggal 9 Oktober 2017 mulai pukul 13.00 WIB s/d 17.00 WIB dari atasannya, melainkan hanya mendapat ijin berobat ke klinik, adalah dalil yang tidak benar. Dalam surat ijin yang dikeluarkan Kepala Bagian Pengadaan (Bapak Robby) adalah nyata tertulis sebagai berikut: “Keperluan berobat ke kilinik dan pulang ke rumah.”;
  5. Bahwa dalil Tergugat angka 6 yang pada pokoknya menyatakan produksi berhenti pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 13.00 WIB s/d 17.00 WIB adalah dalil yang tidak benar. Penggugat akan membuktikan dalam persidang pembuktian bahwa pada tanggal dan jam tersebut tidak ada produksi berhenti, melainkan berjalan sebagaimana biasanya;
  6. Bahwa dalil Tergugat angka 7 yang pada pokoknya menyatakan Penggugat adalah orang yang tidak siap menanggung resiko sendiri, tetapi berkecenderungan menyalahkan orang lain, adalah dalil subjektif yang tidak perlu ditanggapi;
  7. Bahwa dalil Tergugat angka 8 yang menyatakan bahwa “dalil Penggugat yang menyatakan “menurut penilaian Pengggugat, pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat melalui Kepala Personalia Bapak Semburu, S.H.,  adalah tidak murni karena Penggugat melakukan kesalahan, akan tetapi karena Bapak Semburu, S.H., cemburu melihat Penggugat diantar pulang oleh Bapak Subaik, dimana sejak bulan Januari 2017 Bapak Semburu, S.H., sering mengajak Penggugat untuk pulang bersama dengan naik mobilnya akan tetapi Penggugat selalu menjawab “terima kasih pak”, adalah dalil yang mengada-ada karena dalil tersebut hanya merupakan dalil yang bersifat imajinasi, bukan dalil hukum, karenanya dalil tersebut haruslah dikesampingkan”, adalah tidak benar dan sangat beralasan untuk dipertimbangkan atas fakta-fakta sebagai berikut: · Pada tanggal 1 September 2017 sekira pukul 15.00-15.30 WIB, Sdr. Semburu, S.H., memanggil Penggugat ke ruang kerjanya. Saat itu Sdr. Semburu, S.H., menyampaikan antara lain bahwa bagian gudang membutuhkan leader dan juga menanyakan Tergugat apakah sudah punya pacar, Penggugat jawab belum. Dan berbagai pertanyaan lain yang bersifat pribadi, bukan tentang perusahaan; · Pada tanggal 27 September 2017 pukul 11.30 WIB, Sdr. Semburu, S.H., melalui handphone milik Sdr. Semburu, S.H., nomor 00009998888000 mengirim pesan whatsapp ke nomor handphone Penggugat nomor 111122223333444 dengan kalimat sebagai berikut: “Cin nanti jam 12 bareng makan siang ya”; · Pada tanggal 28 September 2017 pukul 15.30 WIB, Sdr. Semburu, S.H., melalui handphone milik Sdr. Semburu, S.H., nomor 00009998888000 mengirim pesan whatsapp ke nomor handphon Penggugat nomor 111122223333444 dengan kalimat sebagai berikut: “Cinta nanti pulang sama aku ya”; · Pada tanggal 29 September 2017 pukul 15.50 WIB Sdr. Semburu, S.H., melalui handphone milik Sdr. Semburu, S.H., nomor 00009998888000 mengirim pesan whatsapp ke nomor handphone Penggugat nomor 111122223333444 dengan kalimat sebagai berikut: “Cinta nanti saya antar pulang ke depok ya...”; · Dan berbagai pesan whatsapp lainnya berupa ajakan-ajakan, kebanyakan ajakan makan siang, makan malam, dan ajakan pulang bersama. Dan kadang kala ditelepon. Tapi semua pesan itu saya jawab terima kasih dan tidak usah. Semua pesan whatshap tersebut akan Penggugat sampaikan dalam persidangan pembuktian. Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas maka apa yang Penggugat sampaikan bukanlah imajinasi tapi akal sehat yang membuktikan Sdr. Semburu, S.H., benar melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat atas dasar cemburu, cemburu melihat Penggugat diantar pria lain. Dengan demikian pemutusan hubungan kerja a quo bukan atas dasar kesalahan Penggugat di perusahaan. Mohon Yang Mulia Majelis Hakim mempertimbangkan dalil-dalil dan fakta-fakta a quo;
  8. Bahwa dalil Tergugat angka 9 yang pada pokoknya menyatakan akibat ketidakhadiran Penggugat pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 13.00-17.00 WIB tersebut Tergugat mengalami kerugian materil dan immateril, adalah dalil yang mengada-ada, karena proses produksi pada tanggal dan jam tersebut tetap berjalan sebagaimana biasanya, sehingga tidak ada kerugian apapun yang dialami Tergugat pada saat itu. Oleh karena itu pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan Tergugat melalui suratnya No. 20/Pers.S/X/2017 tertanggal 10 Oktober 2017 tidaklah beralasan hukum dan tidak sah menurut hukum;
  9. Bahwa berdasarkan dalil-dalil Penggugat tersebut di atas maka dalil-dalil Tergugat dalam repliknya haruslah ditolak untuk seluruhnya;

Berdasarkan dalil-dalil Penggugat yang telah diuraikan di atas, mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk memberikan putusan sebagai berikut:

 

DALAM EKSEPSI

- Menolak eksepsi Tergugat tersebut;

 

DALAM POKOK PERKARA

  1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan surat Tergugat No. 20/Pers.S/X/2017 tertanggal 10 Oktober 2017 tentang pemutusan hubungan kerja terhadap Penggugat tidak sah dan batal demi hukum;
  3. Memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali Penggugat pada posisi dan jabatan semula;
  4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp250.000,00,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) perhari terhitung sejak putusan perkara a quo berkekuatan hukum tetap, apabila Tergugat lalai menjalankan putusan perkara a quo sepanjang mengenai perintah mempekerjakan kembali Penggugat pada posisi dan jabatan semula;
  5. Menghukum Tergugat untuk membayar upah Penggugat sejak tanggal 11 Oktober 2017 s/d 20 Januari 2018 sebesar Rp20.000.000,00,- (dua puluh juta rupiah);
  6. Menghukum Tergugat untuk membayar upah Penggugat sejak tanggal 21 Januari 2018 sampai dengan putusan perkara a quo diucapkan;
  7. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga moratoir keterlambatan pembayaran upah Penggugat sebesar 2% (dua persen) per bulan terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap sampai dengan Tergugat melaksanakan kewajiban membayar upah Penggugat; 
  8. Menetapkan biaya perkara ini sesuai peraturan perundang-undangan;

Atau:

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Hormat kami,

 

Kuasa Penggugat,

 

 

 

HARRIS MANALU, S.H. 

 

 

SOLAGRACIA, S.H.


TOPIK POPULER

Contoh Kesimpulan Penggugat di PHI

Contoh Surat Permohonan Perundingan Bipartit Pertama (I) oleh Pekerja

Contoh Surat Kuasa Bipartit dan sekaligus Mediasi Memakai Pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Contoh 2 Kontra Memori Kasasi di PHI

UMP Lampung 2024 (Pdf) dan UMK 15 Kabupaten/Kota di Lampung

Tata Cara Melakukan Perundingan Bipartit Hubungan Industrial

Pasal 156 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. UU 6/2023 (Cipta Kerja)

Pengacara Spesialis Ketenagakerjaan

Duplik | Contoh di Pengadilan Hubungan Industrial